RSS

Cerita Sukses Otodidaktor Sejati


(Orang-orang yang Berhasil dengan Belajar Otodidak)

Kurang lengkap rasanya, jika belum menghadirkan kisah-kisah sukses para otodidaktor dari berbagai latar belakang dan beberapa bidang yang berbeda. Kisah-kisah ini diharapkan dapat memompa semangat, menimbulkan inspirasi, menggugah siapa saja untuk benar-benar mau BO seumur hidup, dan berhasil dengan makna keberhasilan dalam perspektif baru.

Diawali dengan kisah KH. Moh. Idris Jauhari yang berhasil mengembangkan Pesantren Al-Amien menjadi salah satu lembaga pendidikan yang besar. Kisah kedua ialah HAMKA, contoh paling ideal otodidaktor sejati dan berhasil meraih gelar sampai Profesor Doktor dari rahim universitas kehidupan. Artinya Hamka menjadi tauladan bagi otodidaktor untuk berhasil meraih gelar seperti para akademisi. Dilanjutkan dengan kisah Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, yang dibesarkan di jalanan Marlboro Yogyakarta sebelum menjadi Tokoh Nasional. Anak-anak jalanan, orang-orang terlantar, dan fakir miskin tidak perlu khawatir, mereka bisa berhasil sebagaimana Cak Nun sukses menjadi sastrawan, penyair, seniman, sutradara, dan penulis. Kisah peraih hadiah Nobel perdamaian 2006 Muhammad Yunus juga pantas dipelajari, sebab berhasil setelah menjadi otodidakor sejati. Kisah pengusaha Muslim Fauzi Shaleh yang sukses berkat kemampuan menggabungkan antara BO dengan usaha yang gigih dan tawakkal pada Allah.  kisah Gus Dur, tokoh seribu wajah yang paling kontroversial di Indonesia. Diakhiri dengan dengan Susi Pujiastuti, lulusan SMA yang jadi menteri

  1. Rahasia Sukses KH. Moh. Idris Jauhari

Ini merupakan kisah sukses dari KH. Moh. Idris Jauhari, pengasuh pesantren Al-Amien Prenduan Madura yang membawahi TMI, TMaI, Ma’had Tahfid, Pondok Tegal, dan Pondok Putri I, IDIA (Institut yang berupaya menjadi universitas Islam), padahal tidak pernah kuliah formal, tentu tidak melupakan jasa-jasa tokoh lain seperti KH. Tidjani Djauhari almarhum (semoga Allah menerima amal kebaikannya dan mengampuni dosanya).

Selesai menempuh pendidikan di pondok Modern Gontor Ponorogo, Kiai Idris muda langsung kembali mengelola pesantren Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah Al-Amien Madura bersama Aba beliau. Pernah berpamitan pada KH. Zarkasyi gurunya (almarhum, semoga Allah menerima di sisiNya bersama para Nabi dan Auliya’) untuk kuliah, namun justru Kiai Idris muda diberi nasihat “Belajar dari santrimu dan muridmu. Nggak jauh beda!” Suatu isyarat agar beliau langsung terjun mengasuh pesantren TMI dan BO.

Pernyataan KH. Zarkasyi bahwa belajar sambil mengajar santri atau murid tidak jauh berbeda dengan kuliah di universitas, sangat menarik untuk dianalisa. Belajar sambil mengajar adalah suatu proses timbal balik yang efektif, yang mana murid bisa mendapatkan ilmu, sedang sang guru yang telah bisa memanfaatkan ilmunya, secara otomatis memperoleh tambahan ilmu yang penuh barokah, nafi’ (bermanfaat), dan mendapat hikmah. Proses timbal balik dalam belajar sambil mengajar inilah yang membantu keberhasilan Kiai Idris mencapai kesuksesan seperti sekarang ini.

Dalam proses timbal balik ini, sang guru akan termotivasi untuk memperdalam berbagai macam ilmu yang diajarkan pada murid-muridnya, apa yang dipelajari langsung dimanfaatkan untuk mengajar, sehingga lengket dalam ingatan, bermanfaat, dan secara otomatis mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.

Dari pengakuan Kiai Idris sendiri, dalam proses belajar yang dilakukan waktu muda, beliau menyempatkan waktu setiap bulan sekali (kadang dua bulan sekali) selama kurun waktu 5-6 tahun sowan ke gurunya KH. Zarkasyi untuk bertanya tentang berbagai permasalahan yang dihadapi, bertanya untuk mendapatkan pengetahuan, dan bertanya agar kesulitan diatasi. Di samping itu, beliau juga belajar pada Ust. Ghufron, alumni Universitas Kairo Mesir mengenai ilmu bahasa Arab.

Keinginan yang besar untuk BO, membuat Kiai Idris muda juga terus menerus belajar sendiri; baik dari Al-Qu’an dan Sunnah, belajar dari buku-buku yang bermacam-macam, kenyataan hidup yang dialami, belajar dari masyarakat, dan belajar dari semesta. Semua hasil pembelajaran berusaha diterapkan langsung di pesantren yang diasuhnya. Proses ini membawa Kiai Idris menjadi Ulama’ dalam makna hakiki, yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk membesarkan pondok pesantren Al-Amien Prenduan Madura.

Terkadang menerima tamu dari berbagai macam tempat, kesibukan mengasuh pesantren, dan kesibukan menangani berbagai permasalahan yang dihadapi pesantren, malah membuat proses belajar dalam makna membaca buku-buku yang bermacam-macam menjadi terhambat. Namun, justru hal ini menjadi salah satu rahasia sukses beliau, sebab dengan berinteraksi langsung bersama masyarakat dari bermacam-macam latar belakang, dan aktivitas padat mengasuh pesantren adalah proses BO melalui tindakan nyata.

Adapun rahasia sukses beliau yakni, Pertama; motivasi dari dalam diri untuk tidak mau kalah dengan orang yang “beruntung” bisa kuliah formal. Motivasi ini mendorong beliau untuk terus menerus belajar sambil menerapkan langsung hasil pembelajaran dalam rangka mengasuh pesantren Al-Amien. Sesungguhnya belajar sesuatu dan memanfaatkan yang dipelajari merupakan inti pembelajaran. Kedua; barokah doa dari guru memegang peranan penting dalam kesuksesan beliau. Makna Barokah menurut beliau ialah apabila sesuatu itu berkembang lebih banyak, bahkan tidak habis-habis. Contoh; ikan di lautan ditangkap dan dikonsumsi setiap hari, tapi tidak pernah habis-habis.

Barokah doa guru inilah yang kini mulai menghilang dari dunia pendidikan di Indonesia, sehingga murid-murid yang dihasilkan sering gagal, malah bertingkah laku buruk, tak mampu berkreasi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, dan ilmu yang diperoleh semakin menjauhkan mereka dari Allah. Padahal konsep ilmu dalam Islam adalah semakin bertambah ilmunya, maka semakin mendekatkan diri pada Allah, sehingga Allah memberinya hidayah, rahmat, taufik, dan intuisi atau ilmu ladunny.

  1. Moh. Idris Jauhari juga berusaha menghasilkan karya tulis sendiri untuk buku-buku pelajaran yang dipelajari santri-santrinya, seperti ilmu Sorrof, ilmu pendidikan atau Tarbiyah dan buku pelajaran lainnya, menghasilkan karya berbentuk juklak-juklak, mengkonsep tentang pengelolaan pendidikan pesantren, buku Generasi Robbi Rhodhiya; panduan mengelola, membentuk dan menciptakan keluarga yang Islami, DZIKRULLAH Sepanjang Waktu dan buku Pesantren Masa Depan, Pelopor Kebangkitan Islam di Indonesia. Beliau juga aktif mengisi seminar, diskusi dan ceramah di Madura, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, NTB dan hampir di seluruh Indonesia. Bagaimana mungkin ini dilakukan seseorang yang tidak kuliah formal, melainkan lulusan Pondok Modern Gontor Ponorogo yang setara dengan SMU/MA.

Karya beliau lainnya ialah alumni-alumni pesantren Al-Amien yang menyebar di seluruh pelosok penjuru negeri, mulai Sabang sampai Merauke, baik yang berhasil menjadi Kiai atau Ulama’, tokoh masyarakat, guru atau Ustads, wiraswastawan, intelektual, cendikiawan, dan “orang biasa yang luar biasa” dengan prinsip “orang yang paling baik ialah yang paling bermanfaat”. Saya yakin, ibu pertiwi Indonesia berhutang jasa pada beliau, seorang Kiai yang mengabdikan hidup untuk pesantren dan berhasil di bidangnya. Semoga Allah meridhoi langkah mulia beliau ini. Amien!

Apa yang telah beliau lakukan merupakan teladan terbaik bagi para pengelola pesantren, pendidik dan santri.

 

  1. “Prof. Dr.” Hamka Teladan Paling Ideal

HAMKA (1908-1981) atau Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (selanjurnya disebut Hamka), lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau Sumatera Barat. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau.

Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di sana Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo. Sayangnya Ulama’-Ulama’ sekarang tidak melakukan hal yang sama.

Rahasia sukses Hamka terbagi dalam tiga hal. Pertama; pengaruh dari orang tua yang berlatar pendidikan agama Islam yang kuat, memiliki kesadaran tentang pentingnya belajar, dan mendorong anaknya untuk terus menerus belajar. Kedua; Sistem pembelajaran di langgar dan surau pada zaman dulu di daerah Hamka sangat kuat, sehingga membantu proses kesuksesannya dalam BO. Mungkin hal ini perlu disemarakkan lagi di Indonesia, sehingga masjid bukan sekadar tempat ibadah spritual, melainkan juga tempat menimba ilmu, memang untuk sebagian kota besar sudah terlaksana, sedang di kota-kota lain masih belum dilaksanakan, apalagi di desa. Ketiga: Hamka tidak membedakan antara ilmu pengetahuan dari Barat dan Timur. Hamka BO berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik berasal Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, Hamka dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Hamka meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Hamka awalnya bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta, dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, diangkat menjadi Rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960 menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau aktif dalam Masyumi.

Hamka pernah memimpin Majalah Panji Masyarakat, Pedoman Masyarakat, Mimbar Agama, dan menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif; novel dan cerpen. Karya tulis terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura yakni: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Merantau ke Deli. Secara keseluruhan buku yang dihasilkan sekitar 79 buah. Suatu pencapaian yang amat sangat luar biasa.

Hamka menerima anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.6

  1. Cak Nun: Kisah Anak Jalanan Yang Sukses

Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun lahir di Jombang, 27 Mei 1953, anak keempat dari 15 bersaudara. Cak Nun hanya sempat kuliah sampai Semester I Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan menyelesaikan sekolah di SMA Muhammadiyah I.

Proses BO Cak Nun dimulai 1970-1975, hidup menggelandang di Malioboro Yogya. Ketika itu Cak Nun belajar sastra pada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya. Lalu Cak Nun mendapat kesempatan untuk mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985), yang dipergunakan sebaik-baiknya, sehingga berhasil dalam BO.

Rahasia sukses Cak Nun dalam BO: Pertama; Cak Nun meleburkan diri dalam kehidupan jalanan, menyerap makna-makna kehidupan dari sana, berkreasi dalam keterbatasan, dan berusaha memberi warna “harum” pada lingkungannya, Kedua; berkat jasa Umbu Landu Paranggi, guru sufi misterius yang dalam tradisi mistik bisa dianalogikan dengan Nabi Khidzir yang banyak mengajar hikmah, intuisi, hati nurani, dan ilmu nafi’, ketiga; Cak Nun berusaha berbagi apa yang diperoleh –dalam bentuk pengetahuan dan harta- pada orang lain secara tulus, suatu ketulusan yang mampu meningkatkan kreativitas dan produktivitas.

Untuk yang pertama dan ketiga, Anda bisa melakukan hal serupa, sedang untuk yang kedua belum tentu menemukan guru yang sehebat Umbu Landu Paranggi. Tapi sebenarnya Anda bisa belajar dari buku-buku dalam abad 21 ini, memanfaatkan yang dipelajari untuk kepentingan orang lain, dan berusaha berkarya secara tulus karena Allah dan upaya melanjutkan misi dakwah Nabi Muhammad, insya Allah Anda mendapat “guru hebat” dengan cara masing-masing yang berbeda, perlu diingat ini butuh proses waktu lama, kerja keras, ketekunan, kesabaran, dan tawakkal pada Allah.

Kunci sukses lainnya ialah Cak Nun terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat. Cak Nun memiliki aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padang Bulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah Nusantara, rata-rata 10-15 kali per bulan bersama Musik Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40-50 acara massal yang umumnya dilakukan di luar gedung. Di samping itu, pemikiran yang dilontarkan berusaha mendekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.

Hasil karya Cak Nun terbagi di bidang teater, puisi, dan buku (kumpulan kolom/esai). Di bidang teater; menghidupkan multi-kesenian Yogya bersama Halim HD, networker kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti, dan Musik Kiai Kanjeng. Menulis 16 buku puisi, yang terbaik di antaranya: Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978), 99 Untuk Tuhanku (1983), Lautan Jilbab (1989), Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990), Cahaya Maha Cahaya (1991), Sesobek Buku Harian Indonesia (1993). Buku kumpulan kolom/esai lebih 30 buku, yang terbaik di antaranya: Dari Pojok Sejarah (1985), Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994), Slilit Sang Kiai (1991), Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998). 7

  1. Muhammad Yunus: Meraih Nobel Perdamaian dengan Menjadi Otodidaktor Sejati

Masyarakat Indonesia berharap-harap cemas menjelang pengumuman hadiah Nobel perdamaian 2006, sebab Susilo Bambang Yudhoyono presiden mereka menjadi salah seorang nominator. Tanpa dinyana penghargaan ini jatuh pada Muhamad Yunus dan Grameen Bank Bangladesh. Apa gerangan yang membuatnya bisa mendapatkan hadiah Nobel?

Prof. Dr. Muhammad Yunus adalah seorang akademisi yang memiliki kepedulian besar terhadap upaya memberantas kemiskinan di negaranya Bangladesh. Sewaktu melakukan studi lapangan dengan para mahasiswanya, dia prihatin dengan kemiskinan yang dialami sebagian besar masyarakat Bangladesh, tapi belum menemukan cara yang tepat untuk mengatasinya. Hal ini membuat dirinya bingung karena teori-teori ekonomi yang dipelajarinya tidak menawarkan solusi dari masalah tersebut.

Mendadak timbul ilham, tidak mungkin berhasil mengurangi kemiskinan bila tidak bergaul secara langsung dan menjalani hidup seperti mereka. Dengan sedikit kegilaan di mata kolega-koleganya sesama akademisi, Muhammad Yunus mencampakkan gelar Prof. Dr. yang diraih dengan susah payah, untuk menjalani hidup sebagai orang biasa-biasa saja. Dalam konteks ini, Muhammad Yunus berubah fungsi dari akademisi menjadi otodidaktor sejati. Terima kasih! Muhammad Yunus Anda akan menjadi inspirasi bagi milyaran manusia untuk mau BO seumur hidup, tidak peduli dengan gelar yang disandangnya.

Proses menjalani hidup bersama orang-orang miskin, kaum papa, orang yang tidak mampu dan hidup dalam kekurangan membuatnya tergerak membantu mereka dengan permodalan. Mulailah beliau meminjakan uang pada mereka, sayangnya justru beliau kadang ditipu; orang-orang yang berhutang tidak mau membayar hutangnya, padahal dalam memberi hutang tidak disertai jaminan. Meski demikian, hal ini menjadi cikal bakal lahirnya Grameen Bank.

Sempat terlintas dalam benaknya, bagaimana mungkin beliau yang mau berbuat baik pada sesama justru dibalas dengan tipuan dan perbuatan yang tidak baik. Dalam proses skeptisisme –hal ini dialami Imam Ghazali sebelum melahirkan buku Ihya’ Ulumuddin-, munculllah ilham bahwa orang yang dikasih pinjaman harus memikul tanggung jawab bersama. Orang-orang yang mau meminjam uang dilakukan secara bersama, minimal sepuluh orang. Bila ada yang tidak membayar, ini dipikul bersama oleh orang sembilan orang lainnya, tapi seandainya tidak mampu membayar karena adanya bencana, musibah dan hal-hal yang di luar kehendak seseorang, maka dibebaskan dari tanggungan hutang. Konsep jenius inilah yang membawa keberhasilan dalam pengelolaan Grameen Bank untuk orang-orang miskin, sehingga mampu mengurangi kemiskinan sampai 10% di Bangladesh.

Muhammad Yunus mendatangi langsung orang-orang miskin, mempelajari tentang kemungkinan usaha yang dikelola, mengumpulkan sebanyak sepuluh orang dan memberikan pinjaman pada mereka. Ini dilakukan dengan semangat juang yang pantang menyerah, penuh pengorbanan, kerja keras, dan memasrahkan hasil usaha pada Allah. Jika Indonesia ingin mengatasi problem kemiskinan, maka langkah Muhammad Yunus harus ditiru. Para otodidaktor yang lahir pada masa depan, diharapkan mau menjadi Muhammad Yunus-Muhammad Yunus baru, sehingga kemiskinan di Indonesia bisa diatasi.

Muhammad Yunus, pelopor dan pendiri Grameen Bank yang kini memiliki 2.226 cabang di 71.371 desa dan mampu menyalurkan kredit puluhan juta dollar AS per bulan kepada 6,6 juta warga miskin, padahal modal awal hanya 27 dollar AS. Untuk jasanya ini, sangat pantas beliau mendapatkan hadiah Nobel perdamaian, sebab “Ini penghargaan bagi kaum miskin!” seru pria sederhana tersebut.

Pelajaran yang bisa dipetik ialah berbuat baik saja tidak cukup, jika tidak disertai dengan pengetahuan, semangat e. Fauzi Shaleh: Pengusaha Muslim Idaman

Tidak lengkap rasanya, jika cerita sukses otodidaktor sejati dari kalangan pengusaha Muslim tidak dimasukkan. Setelah melakukan peneliatian mendalam, sosok Fasuzi Shaleh sebagai pengusaha real estate Pesona Depok dan Pesona Kahyangan sangat tepat dijadikan suri tauladan.

Fausi Shaleh hanya mengenyam pendidikan sampai SMP, lalu menyibukkan diri untuk bekerja apa saja asal halal dalam kehidupan metropolis Jakarta yang terkenal kejam, yakni bekerja sebagai pencuci mobil di sebuah bengkel, lalu bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah perusahaan. Setelah berhenti, Fauzi Shaleh mulai merintis usaha Real Estate dengan membeli tanah dan membangun rumah, modal awal hanya 30 juta rupiah pada tahun 1989.

Untuk mendukung keberhasilan, setiap malam Jum’at Fauzi Shaleh dengan 12 pekerjanya selalu mengaji Yasin bersama, dzikir dan berdoa supaya usahanya berhasil. Berhubung usaha dengan tawakkal berjalan beriringan, beliau berhasil menjualnya seharga 51 juta rupiah yang digunakan untuk membeli tanah, membangun rumah dan menjual kembali.

Lewat pembacaan yang cerdas terhadap kenyataan, Fauzi Shaleh mendirikan PT. Pedoman Tata Bangun tahun 1992, yang mampu membangun dan menjual perumahan mewah Pesona Depok sebanyak 470 unit dan 360 unit. Beliau lalu membangun Pesona Kahyangan 1 dan 2 sebanyak 1600 unit, dengan berusaha mengembangkan sayap pada Pesona Kahyangan 3 dan 4. Harga yang ditawarkan antara 200 sampai 600 juta.

Tradisi pengajian dan wiridan tetap dipertahankan setiap malam Jum’at, bahkan dalam sekali sebulan mengadakan pengajian Akbar yang dihadiri seluruh pekerja, karyawan, kerabat dan masyarakat sekitar. Masing-masing yang hadir diberikan 3 stel gamis untuk shalat dan sarung. Sebuah bentuk tawakkal pada Allah yang mampu dilakukan secara konsisten.

Pada ulang tahunnya yang ke 45, Fauzi Shaleh memberikan hadiah 50 unit mobil pada 50 dari 100 karyawan tetapnya, selain bonus sekali gaji bagi kurang lebih 2000 pekerja. Jika ditotal setiap pekerja mendapatkan 22 gaji dalam setahun, jauh melebih pegawai negeri yang hanya mendapatkan 13 gaji.

Rahasia sukses Fauzi Sholeh dalam BO di dunia wira usaha terbagi dalam beberapa hal berikut ini.

Pertama; menerapkan “Manajemen Basmalah” secara konsisten. Maksudnya usaha diniatkan karena Allah, dikelola bersama dan bertawakkal dengan benar dalam bentuk pengajian setiap malam Jum’at, sebulan sekali untuk pengajian Akbar, setiap 17 Agustus, tahun baru, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Kedua; kepedulian pada nasib pekerja dan karyawan ditunjukkan dengan memberikan kesejahteraan yang benar-benar layak, bahkan melebihi standar penggajian yang ada, wajar seluruh pekerja bahu membahu menghasilkan bangunan yang bermutu, bagus dan sesuai idaman setiap orang. “Mereka bekerja seperti di perusahaan sendiri,” kata Fauzi Shaleh.

Ketiga; kemampuan BO tentang kenyataan, kehidupan dan dunia real estate, menghasilkan “Manajemen Basmalah”, yang dapat diterapkan pengusaha lainnya agar berhasil dalam setiap usaha yang dikelola.

Keempat; bersikap dermawan dengan membagi 60% keuntungan untuk kegiatan sosial, 40% diputar sebagai modal, justru membuat Fauzi Shaleh lebih kaya dunia dan akhirat. Nilai uang yang disumbangkan sejak empat tahun lalu sekitar 70 milyar. Semoga amal shaleh ini diterima Allah. Amien!

Apa yang dilakukan Fauzi Shaleh teladan bagi para pengusaha dan bos, di samping membuktikan bahwa mengelola usaha dengan cara yang Islami merupakan alternatif baru dalam abad 21 yang penuh ketidakpastian ini.

 

  1. Susi Pudjiastuti, Wanita Otodidaktor Sejati

Susi Pudjiastuti adalah seorang otodidaktor sejati, sebab beliau mampu menerapkan Cara Belajar Otodidak seumur hidup, sehingga walau lulusan SMA, tapi berhasil jadi Menteri yang cerdas, tegas dan disiplin. Berikut profilnya, saya kutip utuh dari Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Susi_Pudjiastuti.

Susi Pudjiastuti (lahir di Pangandaran, 15 Januari 1965; umur 50 tahun)[2] adalah seorang Menteri Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2014-2019 yang juga pengusaha pemilik dan Presdir PT ASI Pudjiastuti Marine Product, eksportir hasil-hasil perikanan dan PT ASI Pudjiastuti Aviation atau penerbangan Susi Air dari Jawa Barat[2] . Hingga awal tahun 2012, Susi Air mengoperasikan 50 pesawat dengan berbagai tipe seperti 32 Cessna Grand Caravan, 9 Pilatus PC-6 Porter dan 3 Piaggio P180 Avanti. Susi Air mempekerjakan 180 pilot, dengan 175 di antaranya merupakan pilot asing. Tahun 2012 Susi Air menerima pendapatan Rp300 miliar dan melayani 200 penerbangan perintis.[3][2]

Daftar isi

Masa kecil dan pendidikan

Susi lahir pada 15 Januari 1965 di Pangandaran.[2] Ayahnya bernama Haji Ahmad Karlan dan ibunya bernama Hajjah Suwuh Lasminah, keduanya berasal dari Jawa Tengah, namun sudah lima generasi hidup di Pangandaran.[2] Keluarga Susi memiliki usaha ternak, memperjualbelikan ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat.[2] Kakek buyutnya adalah Haji Ireng, yang dikenal sebagai tuan tanah di daerahnya.[2] Setelah mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP, Susi melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 1 Yogyakarta, namun berhenti di kelas 2 karena dikeluarkan dari sekolah akibat keaktifannya dalam gerakan Golput.[2]

Bisnis

Seputus sekolah, Susi menjual perhiasannya dan mengumpulkan modal Rp.750.000 untuk menjadi pengepul ikan di Pangandaran pada tahun 1983/[2] Bisnisnya berkembang hingga pada tahun 1996 Susi mendirikan pabrik pengolahan ikan PT ASI Pudjiastuti Marine Product dengan produk unggulan berupa lobster yang diberi merek “Susi Brand.”[2] Bisnis pengolahan ikan ini pun meluas dengan pasar hingga ke Asia dan Amerika.[2] Karena hal ini, susi memerlukan sarana transportasi udara yang dapat dengan cepat mengangkut produk hasil lautnya dalam keadaan masih segar.[2]

Pada 2004, Susi memutuskan membeli sebuah Cessna Caravan seharga Rp20 miliar menggunakan pinjaman bank. Melalui PT ASI Pudjiastuti Aviation yang ia dirikan kemudian, satu-satunya pesawat yang ia miliki itu ia gunakan untuk mengangkut lobster dan ikan segar tangkapan nelayan di berbagai pantai di Indonesia ke pasar Jakarta dan Jepang. Call sign yang digunakan Cessna itu adalah Susi Air. Dua hari setelah gempa tektonik dan tsunami Aceh melanda Aceh dan pantai barat Sumatera pada 26 Desember 2004, Cessna Susi adalah pesawat pertama yang berhasil mencapai lokasi bencana untuk mendistribusikan bantuan kepada para korban yang berada di daerah terisolasi. Peristiwa itu mengubah arah bisnis Susi. Di saat bisnis perikanan mulai merosot, Susi menyewakan pesawatnya itu yang semula digunakan untuk mengangkut hasil laut untuk misi kemanusiaan. Selama tiga tahun berjalan, maka perusahaan penerbangan ini semakin berkembang hingga memiliki 14 pesawat, ada 4 di Papua, 4 pesawat di Balikpapan, Jawa dan Sumatera. Perusahaannya memiliki 32 pesawat Cessna Grand Caravan, 9 pesawat Pilatus Porter, 1 pesawat Diamond star dan 1 buah pesawat Diamond Twin star. Sekarang Susi Air memiliki 49 dan mengoperasikan 50 pesawat terbang beragam jenis.

Sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di Kabinet Kerja (2014)

Penunjukan dan pelantikan

Susi Pudjiastuti ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang ditetapkan secara resmi pada 26 Oktober 2014.[2] Sebelum dilantik, Susi melepas semua posisinya di perusahaan penerbangan Susi Air dan beberapa posisi lainnya, termasuk Presiden Direktur PT. ASI Pudjiastuti yang bergerak di bidang perikanan serta PT ASI Pudjiastuti Aviation yang bergerak di bidang penerbangan untuk menghindari konflik kepentingan antara dirinya sebagai menteri dan sebagai pemimpin bisnis.[4] Selain itu, alasan lain Susi melepas semua jabatannya adalah agar dapat bekerja maksimal menjalankan pemerintahan, khususnya di bidang kelautan dan perikanan.[4]

Saat pelantikan, Susi menuai kontroversi karena kedapatan menghisap sebatang rokok dan memiliki tato, sesuatu yang tidak lazim dimiliki oleh menteri Indonesia.[5][6][7] Atas tindakannya ini, Susi mendapatkan baik pujian dan kritikan di media sosial.[7]

Penghargaan

Susi menerima banyak penghargaan antara lain:

  • Pelopor Wisata dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat tahun 2004
  • Young Entrepreneur of the Year dari Ernst and Young Indonesia tahun 2005
  • Primaniyarta Award for Best Small & Medium Enterprise Exporter 2005 dari Presiden Republik Indonesia. Tahun 2006
  • Metro TV Award for Economics-2006,
  • Inspiring Woman 2005 dan Eagle Award 2006 dari Metro TV, Indonesia
  • Berprestasi Award dari PT Exelcomindo
  • Sofyan Ilyas Award dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009
  • Ganesha Widyajasa Aditama Award dari ITB, 2011
  • Award for Innovative Achievements, Extraordinary Leadership and Significant Contributions to the Economy, APEC, 2011
  • Tokoh Wanita Inspiratif Penggerak Pembangunan, dari Gubernur Jawa Barat, 2008
  • Kanjeng Ratu Ayu (KRAY) Susi Pudjiastutiningrat, dari Keraton Surakarta Hadiningrat, 2015

Pada tahun 2008, ia mengembangkan bisnis aviasinya dengan membuka sekolah pilot Susi Flying School melalui PT ASI Pudjiastuti Flying School. Pada Minggu, 26 Oktober 2014, dalam pengumuman Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK Ibu Susi Pudjiastuti ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.

Kehidupan pribadi

Ia sempat dua kali bercerai dan kemudian menikah dengan Christian von Strombeck[8]. Dari pernikahan-pernikahannya, ia memiliki tiga orang anak, Panji Hilmansyah, Nadine Kaiser (dari pernikahannya dengan Daniel Kaiser)[9], dan Alvy Xavier.[10]

Referensi

  1. ^ Mantan Suami Menteri Susi: Saya Anggap Dia Putri Laut
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m Widianto 2014.
  3. ^ Wedo 2013.
  4. ^ a b Malau 2014.
  5. ^ Gunawan 2014.
  6. ^ Manafe 2014.
  7. ^ a b Gunadha 2014.
  8. ^ Artikel:”Kisah Susi Pudjiastuti Membesarkan Bisnisnya” di Kompas.com
  9. ^ Artikel:”Susi Pudjiastuti Jadi Menteri, Ini Kenangan Mantan Suami” di Kompas.com
  10. ^ Susi Pudjiastuti. Diakses dari situs Rustika Herlambang pada 28 Oktober 2014

12.^http://news.okezone.com/read/2014/12/09/17/1076725/susi-pudjiastuti

Daftar pustaka

Pelajaran yang bisa dipetik:

a. Terus menerus belajar seumur hidup

b. Masa depan anak cucu kita, maka walau kebijakannya ditentang, beliau jalan terus.

c. Jangan berkompromi jika menyangkut kebaikan dan kemaslahatan banyak orang

d. Bekerja sambil terus menerus belajar

 

Tinggalkan komentar